Banyak
hal yang mesti diperhatikan dalam menjalani setiap perumpamaan hidup yang
beriringan dengan mimpi-mimpi. Perjalanan yang mengharuskan bahagia dan gelora
nestapa berkecamuk menjadi
satu perumpamaan
hidup semanis mimpi-mimpi berpelukan dengan angan-angan dan lamunan. Semuanya
mengisyaratkan bagaimana cara berprilaku dalam semua tindakan tanpa ada rasa
pahit dan senyum palsu maupun pilu.
Kita
mesti tahu, ada orang yang melepas ego-nya untuk kebahagiaan orang yang
disayanginya dan ada pula orang yang rela melepas orang menyayanginya hanya
untuk ego-nya. Dan kita tidak meinginkan bahagia hanya dalam lamunan yang hanya memberi ilusi dan janji tanpa
bukti. Dan ada orang mempunyai trik tersendiri dalam mencapai mimpi bahagianya. Trik tersebut ada meminta permulaan yang kecil tapi
perlu menguras tenaga
besar.
Seperti
mereka. Di tengah lambaian hujan yang agak malu meneteskan air untuk menusuk para
kulit. Angin malam yang semilir di
tengah hujan juga membujuk para kulit untuk meronta minta diselimuti. Dua
pemuda yang sedang menjemput mimpi-mimpi. Mereka mengangkat balok kayu untuk
uang saku mereka yang nominalnya tidak seberapa. Tidak ringan memang. Tapi
mereka harus melakukannya. Meski lulai, tapi mereka terlihat senyum-senyum
menggelitik. Mengisyaratkan bahwa ada pengalaman menarik yang mereka temui.
Aziz
dan Abi. Mereka sudah satu tahun kenal dan akrab. Satu kos, dan satu kabupaten,
Kabupaten Padang Pariaman. Tapi beda kecamatan dan beda perguruaan tinggi.
Mereka saling membantu. Terutama kucing-kucingan dari pemilik kos tempat meraka
tinggal. Tapi tidak meraka saja, semua pemukim kos tersebut juga sering
kucing-kucingan. Tidak hanya penduduk kos nunggak saja yang mereka sembunyikan,
tapi juga pendatang gelap. Asalkan pendatang tersebut kenalan dan benar-benar
orang yang memerlukan perlindungan, dan yang pasti karena kasihan.
Dari
tempat mereka bakuah dengan keringat,
masih terdengar suara nyanyian katak bergenre kegembiraan melenyapkan suara
jangkrik yang beriring dengan rintikan hujan. Keringat bercampur air hujan masih bernyanyi di sekujur
tubuh meraka. Tapi setipis senyum masih bergelantungan di bibir mereka dan
diselingi dengan gelengan kepala. Seakan angkuh dengan apa yang mereka
kerjakan.
“Si
Dul!! Menurut si Dul ke mana perginya pasangan tadi?” Abi
memecah suasana di antara mereka berdua.
“Entahlah si Dul! Yang pasti mereka sekarang
sudah panas, sedangkan kita masih dingin.”
Senyuman sedari tadi ternyata dipicu oleh sebuah kenangan
jijik yang menggelikan. Betapa tidak. Di perjalan menuju tempat mereka bekerja
tepatnya di jalan Tunggul Hitam, Padang. Motor mereka didahului oleh laju motor
yang melolong dari belakang. Lolongan motor tersebut seolah-olah menyoraki
orang sekelilingnya seakan memberi tahu bahwa dia akan berpesta di malam buta
dengan bulan bersemedi di balik awan gelap.
Sebelumnya
Aziz dan Abi berpapasan dengan pasangan-pasangan muda-mudi berboncengan,
padahal jam pergantian hari sudah lewat satu jam yang lalu. Pasangan itu laju
pada dekapan, tapi lambat pada laju
kendaraan. Aziz dan Abi
memang cemburu dengan pasangan tersebut, tapi tak iri dengan apa yang pasangan
itu lakukan.
Dari belakang terdengar lolongan motor
meronta-meronta minta ampun, tapi si pengendara tetap saja mengenjot tarikan
motor tersebut. Tampak jelas, ada seorang perempuan yang dibonceng pemuda. Baju
mini nan ketat. Rok 20 Cm. Duduk ngangkang.
Herannya, apa perempuan itu tidak kedinginan dengan pakaian dalam adiknya
tersebut? sedangkan laki-laki pembawa motor itu memakai pakaian lengkap plus jeket yang tebal. Lalu dimanakah
letak kasih sayang dan kepeduliannya terhadap perempuan? Atau mungkin pikiran
si laki-laki untuk apa si perempuan pakai pakaian yang tebal-tebal, toh dia
sebentar lagi hangat. Dan tambah lagi, mungkin dalam pikiran si pemuda “untuk
apa dipinjamkan jeket ku ini, toh dia hanya sebentar”. Atau si perempuan sudah
terbiasa. Untung saja suasana disana sedikit gelap, kalau tidak tentu akan
terlihat bekas-bekas berukuran uang receh dikulit perempuan tersebut dan
bermacam pernak-pernik lainnya.
***
Lebatnya
hujan mulai mengguyur lagi. Para bos mulai memerintahkan mereka berdua berhenti
sampai hujan reda.
“Hei
kalian!! berhenti dulu. Hujan mulai lebat, kalau terjadi apa-apa saya tidak bisa membawa kalian ke rumah
sakit” ucap bos yang bernama Aris.
“Hahaha....ya karena Aris tidak mendaftarkan
kalian ke BPJS” sambung Bang Uncle Black
sang sopir truk yang telah membawa kayu dari Sijunjung sebanyak sepuluh Kubik.
Para
bos sedari tadi masih berbincang berdua, sedangkan Adi dan Abdul masih sibuk
tersenyum dan ngobrol tentang pengalaman menggelitik. Kali ini Abdul bercerita
tentang pengalamannya sewaktu dia berkeliling kota Padang bersama teman satu
kamarnya. Gapi. Mereka keliling Kota Padang sambil mencari toko yang menjual
Flipcover untuk handphone Gapi. Sewaktu itu jam masih menunjukkan pukul 20:36
WIB.
Malam
belum begitu larut. Tetapi gelapnya malam kota masih ditemani kilauan bulan
walau hanya ditemani secibir senyum malunya. Mereka berhenti di depan Taman
Melati, sambil melihat-lihat di sekitar taman pada malam hari. Dan yang pasti
dalam pikiran Abdul datang ke situ ialah untuk membuktikan sebuah rumor. Geli
tapi.
Tidak
berapa lama mobil Avanza hitam melesat dari belakang menghampiri mereka
berdua. Semua jendela kaca mobil dibuka.
Langsung terpampang layangan senyum manis menggoda dari para si manis. Walau
dalam mobil hanya ditemani secuil cahaya lampu, tapi si paha mulus telah
menaik-turunkan jakun Gapi. “Cewek
Da?” kata yang diucapkan oleh sopir itu seolah menampar dan menghentikan detak jantung
mereka berdua selama dua detik. Belum
sempat mereka menjawab lambaian kata menggoda, tangan Abi telah lebih dahulu
mencengkram melajukan kendaraan. Tinggallah hayalan Gapi bersama senyum para si
manis yang kini kecewa karena pahit. Karena mangsa mereka masih bujang dan mereka anggap mereka pergi karena masih bujang dan kere akan uang, pengetahuan tentang tata sebuah
kota, dan apalagi ….
Banyak
hal yang mesti diperhatikan dalam menjalani setiap perumpamaan hidup yang
beriringan dengan mimpi-mimpi. Perjalanan yang mengharuskan bahagia dan gelora
nestapa berkecamuk menjadi
satu perumpamaan
hidup semanis mimpi-mimpi berpelukan dengan angan-angan dan lamunan. Semuanya
mengisyaratkan bagaimana cara berprilaku dalam semua tindakan tanpa ada rasa
pahit dan senyum palsu maupun pilu.
Kita
mesti tahu, ada orang yang melepas ego-nya untuk kebahagiaan orang yang
disayanginya dan ada pula orang yang rela melepas orang menyayanginya hanya
untuk ego-nya. Dan kita tidak meinginkan bahagia hanya dalam lamunan yang hanya memberi ilusi dan janji tanpa
bukti. Dan ada orang mempunyai trik tersendiri dalam mencapai mimpi bahagianya. Trik tersebut ada meminta permulaan yang kecil tapi
perlu menguras tenaga
besar.
Seperti
mereka. Di tengah lambaian hujan yang agak malu meneteskan air untuk menusuk para
kulit. Angin malam yang semilir di
tengah hujan juga membujuk para kulit untuk meronta minta diselimuti. Dua
pemuda yang sedang menjemput mimpi-mimpi. Mereka mengangkat balok kayu untuk
uang saku mereka yang nominalnya tidak seberapa. Tidak ringan memang. Tapi
mereka harus melakukannya. Meski lulai, tapi mereka terlihat senyum-senyum
menggelitik. Mengisyaratkan bahwa ada pengalaman menarik yang mereka temui.
Aziz
dan Abi. Mereka sudah satu tahun kenal dan akrab. Satu kos, dan satu kabupaten,
Kabupaten Padang Pariaman. Tapi beda kecamatan dan beda perguruaan tinggi.
Mereka saling membantu. Terutama kucing-kucingan dari pemilik kos tempat meraka
tinggal. Tapi tidak meraka saja, semua pemukim kos tersebut juga sering
kucing-kucingan. Tidak hanya penduduk kos nunggak saja yang mereka sembunyikan,
tapi juga pendatang gelap. Asalkan pendatang tersebut kenalan dan benar-benar
orang yang memerlukan perlindungan, dan yang pasti karena kasihan.
Dari
tempat mereka bakuah dengan keringat,
masih terdengar suara nyanyian katak bergenre kegembiraan melenyapkan suara
jangkrik yang beriring dengan rintikan hujan. Keringat bercampur air hujan masih bernyanyi di sekujur
tubuh meraka. Tapi setipis senyum masih bergelantungan di bibir mereka dan
diselingi dengan gelengan kepala. Seakan angkuh dengan apa yang mereka
kerjakan.
“Si
Dul!! Menurut si Dul ke mana perginya pasangan tadi?” Abi
memecah suasana di antara mereka berdua.
“Entahlah si Dul! Yang pasti mereka sekarang
sudah panas, sedangkan kita masih dingin.”
Senyuman sedari tadi ternyata dipicu oleh sebuah kenangan
jijik yang menggelikan. Betapa tidak. Di perjalan menuju tempat mereka bekerja
tepatnya di jalan Tunggul Hitam, Padang. Motor mereka didahului oleh laju motor
yang melolong dari belakang. Lolongan motor tersebut seolah-olah menyoraki
orang sekelilingnya seakan memberi tahu bahwa dia akan berpesta di malam buta
dengan bulan bersemedi di balik awan gelap.
Sebelumnya
Aziz dan Abi berpapasan dengan pasangan-pasangan muda-mudi berboncengan,
padahal jam pergantian hari sudah lewat satu jam yang lalu. Pasangan itu laju
pada dekapan, tapi lambat pada laju
kendaraan. Aziz dan Abi
memang cemburu dengan pasangan tersebut, tapi tak iri dengan apa yang pasangan
itu lakukan.
Dari belakang terdengar lolongan motor
meronta-meronta minta ampun, tapi si pengendara tetap saja mengenjot tarikan
motor tersebut. Tampak jelas, ada seorang perempuan yang dibonceng pemuda. Baju
mini nan ketat. Rok 20 Cm. Duduk ngangkang.
Herannya, apa perempuan itu tidak kedinginan dengan pakaian dalam adiknya
tersebut? sedangkan laki-laki pembawa motor itu memakai pakaian lengkap plus jeket yang tebal. Lalu dimanakah
letak kasih sayang dan kepeduliannya terhadap perempuan? Atau mungkin pikiran
si laki-laki untuk apa si perempuan pakai pakaian yang tebal-tebal, toh dia
sebentar lagi hangat. Dan tambah lagi, mungkin dalam pikiran si pemuda “untuk
apa dipinjamkan jeket ku ini, toh dia hanya sebentar”. Atau si perempuan sudah
terbiasa. Untung saja suasana disana sedikit gelap, kalau tidak tentu akan
terlihat bekas-bekas berukuran uang receh dikulit perempuan tersebut dan
bermacam pernak-pernik lainnya.
***
Lebatnya
hujan mulai mengguyur lagi. Para bos mulai memerintahkan mereka berdua berhenti
sampai hujan reda.
“Hei
kalian!! berhenti dulu. Hujan mulai lebat, kalau terjadi apa-apa saya tidak bisa membawa kalian ke rumah
sakit” ucap bos yang bernama Aris.
“Hahaha....ya karena Aris tidak mendaftarkan
kalian ke BPJS” sambung Bang Uncle Black
sang sopir truk yang telah membawa kayu dari Sijunjung sebanyak sepuluh Kubik.
Para
bos sedari tadi masih berbincang berdua, sedangkan Adi dan Abdul masih sibuk
tersenyum dan ngobrol tentang pengalaman menggelitik. Kali ini Abdul bercerita
tentang pengalamannya sewaktu dia berkeliling kota Padang bersama teman satu
kamarnya. Gapi. Mereka keliling Kota Padang sambil mencari toko yang menjual
Flipcover untuk handphone Gapi. Sewaktu itu jam masih menunjukkan pukul 20:36
WIB.
Malam
belum begitu larut. Tetapi gelapnya malam kota masih ditemani kilauan bulan
walau hanya ditemani secibir senyum malunya. Mereka berhenti di depan Taman
Melati, sambil melihat-lihat di sekitar taman pada malam hari. Dan yang pasti
dalam pikiran Abdul datang ke situ ialah untuk membuktikan sebuah rumor. Geli
tapi.
Tidak
berapa lama mobil Avanza hitam melesat dari belakang menghampiri mereka
berdua. Semua jendela kaca mobil dibuka.
Langsung terpampang layangan senyum manis menggoda dari para si manis. Walau
dalam mobil hanya ditemani secuil cahaya lampu, tapi si paha mulus telah
menaik-turunkan jakun Gapi. “Cewek
Da?” kata yang diucapkan oleh sopir itu seolah menampar dan menghentikan detak jantung
mereka berdua selama dua detik. Belum
sempat mereka menjawab lambaian kata menggoda, tangan Abi telah lebih dahulu
mencengkram melajukan kendaraan. Tinggallah hayalan Gapi bersama senyum para si
manis yang kini kecewa karena pahit. Karena mangsa mereka masih bujang dan mereka anggap mereka pergi karena masih bujang dan kere akan uang, pengetahuan tentang tata sebuah
kota, dan apalagi ….
***
Bersambung....