Kearifan Kebudayaan Minangkabau: Tinjauan Foklor terhadap Ungkapan Tradisional Minangkabau di Kenagarian Kuranji Hulu Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten Padang Pariaman



 



                A Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan tersebut terbentang dari Sabang sampai Merauke sesuai dengan suku-suku pelaksana kebudayaan tersebut. Namun seiring dengan perkembangan zaman era globalisasi, kebudayaan Indonesia mulai  luntur. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi. Sehingga pola pikir masyarakat Indonesia menjadi pengaruh Barat dan lupa akan kebudayaan Indonesia itu sendiri.
Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal juga menambah memperburuk keadaan suatu kebudayaan bangsa. Padahal kebudayaan lokal sebagai identitas bangsa dan harus dijaga keaslian maupun kepemilikannya.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh pikiran orang Indonesia yang akhir-akhir ini menganggap bahwa kebudayaan luar merupakan kebudayaan yang bagus dan modren, sedangkan kebudayaan Indonesia ialah kebudayaan yang katrok atau tertinggal. Hal itu dapat terlihat dari pakai orang Indonesia sekarang yang cendrung terbuka. Tentu pakaian yang terbuka tersebut merupakan kebudayaan luar atau Barat.
Salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia ialah Kebudayaan Minangkabau. Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa yang berpusat di Provinsi Sumatra Barat dan memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Minangkabau memiliki hasil kebudayaan yang beragam, seperti karya sastra, seni pertunjukan, dan lain-lain.
Di dalam kebudayaan Minangkabau terdapat ungkapan tradisional yang dapat dijadikan pedoman dalam berprilaku sehari-hari dengan sesama manusia. Baik dalam bersikap maupun dalam pemikiran. Ungkapan tradisional tersebut terangkum dalam foklor.
Berdasarkan fenomena di atas, saat ini orang Indonesia khususnya orang Minang yang mengabaikan suatu ungkapan atau peribahasa. Padahal ungkapan atau peribahasa perlu dipelihara, dibina, dan dikembangkan agar ungkapan tradisional Minangkabau tidak hilang. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian  “Kearifan Berfikir Orang Minangkabau: Tinjauan Foklor terhadap Ungkapan Tradisional Minangkabau di Kenagarian Kuranji Hulu Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten Padang Pariaman”.

                  B.  Batasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka terbentuklah batasan masalah agar penelitian ini terfokus. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini ialah (1) pengetahuan tentang ungkapan tradisional, (2) sikap tetang ungkapan tradisional, (3) pandangan tentang perlunya ungkapan tradisional.

      C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Ungkapan Tradisional Minangkabau di Kenagarian Kuranji Hulu Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten Padang Pariaman adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan Ungkapan Tradisional Minangkabau di Kenagarian Kuranji Hulu Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten Padang Pariaman.
2.  Mendeskripsikan Kearifan Berfikir Orang Minangkabau: Tinjauan Foklor terhadap Ungkapan Tradisional Minangkabau di Kenagarian Kuranji Hulu Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten Padang Pariaman.

      D.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah.
1.      Manfaat Teoritis
a.       Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang foklor lisan berupa ungkapan tradisional Minangkabau.
b.      Mengumpulkan teori tentang ungkapan tradisional Minangkabau.
c.       Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referansi penelitian untuk sastra selanjutnya.

E.     Teori
1.      Foklor
Istilah folklor berasal dari kata folk, yang berarti kolektif, dan lore, yang berrti ’tradisi’. Jadi, folklor adalah salah satu bentuk tradisi rakyat. Menurut Danandjaya (1991:2) foklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atu alat pembantu.
Menurut Bascom, misalnya, folklor terdiri dari budaya material, organisasi politik, dan religi.  Menurut Balys, folklor terdiri dari kepercayaan rakyat, ilmu rakyat, puisi rakyat, dll. Menurut Espinosa folklor terdiri dari: kepercayaan, adat, takhayul, teka-teki, mitos, magi, ilmu gaib dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut sebenarnya banyak menarik peneliti budaya melalui kajian folklor.
Seabagai patokan tentang apakah unsur-unsur itu merupakan obyek kajian folklor atau bukan, Dananjaya (1991:3) mengusulkan sembilan kriteria berikut. Pertama, penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut, dan kadang-kadang tanpa disadari. Kedua, bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam waktu relatif lama dan dalam bentuk standar.Ketiga, folklor ada dalam berbagai versi-versi atau varian. Keempat, folklore bersifat anonim, penciptanya tidak diketahui secara pasti. Kelima, folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Keenam, mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif. Ketujuh, bersifat pralogis, yaitu memiliki logika sendiri yang tidak tentu sesuai dengan logika umum. Kedelapan, merupakan milik bersama suatu masyarakat. Kesembilan, bersifat polos dan lugu.

a.       Bentuk-bentuk Foklor Indonesia
Kebudayaan memiliki unsur tujuh kebudayaan universal, yakni sistem mata pencarian, sistem peralatan dan perlengkapan hidup, sistem kemasyarakatan,  bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi. Maka foklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) foklor lisan, (2) foklor sebagian lisan, dan (3) foklor sebagian lisan.

1)      Foklor Lisan
Foklor lisan adalah foklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk foklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (1) bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsaan; (2) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (5) cerita prosa, seperti mite, legeda, dan dongeng; (6) nyanyian rakyat.

2)      Foklor Sebagian Lisan
Foklor sebagian lisan adalah foklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Bentuk-bentuk foklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (1) kepercayaan rakyat, (2) permainan rakyat, (3) teater rakyat, (4)  tari rakyat, (5) adat-istiadat, (6) upacara, (7) pasta rakyat.

3)        Foklor Bukan Lisan
Foklor bukan lisan adalah foklor yang membentuknya bukan lisan, walaupun pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu yang material (arsitektur, kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan tubuh, makanan dan minuman,  dan obat-obatan) dan yang bukan material (gerak isyarat, bunyi isyarat, dan musik rakyat).

2.      Ungkapan Tradisional
Cervantes mendefinisikan ungkapan tradisional/peribahasa sebagai “kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang”, sedangkan Bertrand Russel menganggap  ungkapan tradisional/peribahasa sebagai “kebijaksanaan oarang banyak yang merupakan kecerdasan seorang”, (dalam Dundes (1968) dalam Dananjaya (1991:28).
Peribahasa dapat dibagi menjadi empat golongan besar, yaitu (a) peribahasa yang sesungguhnya, (b) peribahasa yang tidak  lengkap kalimatnya, (c) peribahasa perumpamaan, dan (4) ungkapan-ungkapan yang mirip dengan peribahasa.
Fungsi peribahasa ialah sebagai alat penesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan, dan sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi (Bascom (1965) dalam Danandjaya (1991:32).

D.    Metode Analisis
Data dikumpulkan dengan interview yang hasilnya direkam. Data dari hasil wawancara, dianalisis yang lebih dahulu dikategorikan sesuai dengan tujuan penulisan. Analisis hasil wawancara dikelompokkan berdasarkan kategorinya. 

E.     Pembahasan
1.      Deskripsi Data Wawancara
a.     Peribahasa Mengenai Binatang/Fauna
1)      Bak  balam  talampau jinak,  gilo ma-angguak-anguak  tabuang aia,  gilo mancotok kili-kili.
Arti  perkata:      bak  (seperti),              balam  (balam/sejenis  unggas),          talampau (terlampau),  jinak (jinak), gilo (gila), ma-angguak-anguak (mengangguk-angguk),  tabuang  (tabung),  aie  (air),  gilo  (gila),  mancotok  (mematok), kili-kili (kili-kili).
Arti  keseluruhan:    seperti  balam  terlampau jinak,  gila  mengangguk-angguk tabung air, gila memetok kili-kili.
Makna:  Sifat  seseorang yang terlalu cepat  mempercayai  orang  lain,  tanpa terlebih dahulu mengetahui sifat orang lain tersebut.

2)      Bak cando caciang kapanehan, umpamo lipeh tapanggang.
Arti  perkata:  bak  cando  (seperti),  caciang               (cacing),  kepanehan  (kepanasan), umpamo (umpama), lipeh (kecoa), tapanggang (terbakar).
Arti keseluruhan: seperti cacing kepanasan, umpama kecoa terbakar.
Makna: orang yang tidak mempunyai  sifat  ketenangan,  di  dalam  dirinya  selalu ada rasa keluh kesah dan terburu-buru dalam melakukan sesuatu hal.


3)      Bak malapehan anjiang tasapik, bak mangadangkan anak harimau.
Arti  perkata:  bak  (seperti),  melepehan  (melepaskan),  anjiang  (anjing),  tasapik (terjepit),  bak  (seperti),  menggadangan  (membesarkan/merawat),  anak (anak), harimau (harimau). 
Arti keseluruhan: seperti melepaskan anjing terjepit, seperti membesarkan anak harimau.
Makna:  seseorang yang  telah  ditolong dengan perbuatan baik di waktu dia kesulitan,  tetapi  setelah  dia  terlepas  dari  kesulitan,  dia  balas  dengan kejahatan.


4)      Mati samuik karano manisan, jatuah kabau dek lalang mudo.
Arti perkata: mati (mati), samuik  (semut),  karano (karena), manisan (manisan), jatuah (jatuh),  kabau  (kerbau),  dek  (oleh/karena),  lalang (ilalang),  mudo (muda).
Arti keseluruhan: semut mati karena manisan, kerbau jatuh karena ilalang muda.
Makna:  orang mudah terpedaya oleh mulut manis dan budi bahasa yang baik. 


5)      Umpamo jawi balang pugguang, didulukan inyo manyipak, dikamudiankan inyo mananduak.
Arti  perkata:  Umpamo  (umpama),    jawi  (sapi),    balang  (belang),  pungguang (punggung), didulukan (didahulukan),  inyo (dia),  manyipak  (menyipak), dikamudiankan (dibelakang), inyo (dia), mananduak (menyeruduk).
Arti  keseluruhan:                 seumpama  sapi  punggungnya  belang,  didahulukan  dia menyipak, dibelakang dia menyeruduk.
Makna:  Sifat  yang tidak baik,  mau menang sendiri  dan  tidak memikirkan keselamatan  orang  lain,  jadi  persoalan  baginya  selalu dia  kemukakan, sedang dia tidak mempunyai  kemampuan.


6)      Batuka baruak jo cigak, baimbuah jo sa ikue karo.
Arti  perkata:                  batuka    (ditukar),  baruak  (monyet),        jo  (dengan),  cigak (cigak/sejenis  monyet  tapi  lebih  buruk dari  pada  monyet),  baimbuah (tukar-tambah), jo (dengan), saikue (seekor) karo (kera).
Arti keseluruhan: ditikar monyet dengan cigak, ditambah dengan seekor kera.
Makna: sesuatu perbuatan belum tentu dapat digantikan dengan perbuatan yang lain, atau sesuatu perbuatan belum tentu sepadan dengan perbuatan  yang lain.

7)   Sakarek ula, sakarek baluik. 
Arti perkata: sakarek (sepotong), ula (ular), sakarek (sepotong), baluik (belut). 
Arti keseluruhan: sepotong ular, sakerek baluik.
Makna:  orang yang munafik.  Apabila  dia  bertemu dengan  orang yang satu dia akan berkata A, apabila bertemu dengan orang lain dia akan berkata B. 


8)   Bak ayam manampak alang, umpamo kuciang dibaokkan lidieh.
Arti  perkata:  bak  (seperti),  ayam  (ayam),  manampak  (melihat),  alang  (elang), umpamo  (seumpama),  kuciang (kucing),  dibaokkan (dibawakan),  lidieh (lidih).
Arti  keseluruhan:  seperti  ayam  melihat  elang,  seumpama  kucing dibawakan lidih.
Makna:  seseorang yang memeliki  sifat  ketakutan  yang mendalam,  sehingga kehidupannya di hantui rasa takut


b.   Peribahasa Mengenai Tumbuh-tumbuhan/Flora
1)   Tak  lakang dek  paneh tak  lapuak  dek  hujan,  dianjak  tak  layua,  dibubuik tak mati.
Arti perkata: Tak (tidak),  lakang (kering), dek (karena/oleh), paneh  (panas), tak (tidak)        lapuak           (lapuk)           dek       (karena/oleh), hujan  (hujan),  dianjak (dipindahkan),  tak  (tidak)    layua           (layur),  dibubuik  (dicabut),  tak  (tidak), mati (mati).
Arti  keseluruhan:                 tidak kering karena  panas,  tidak lapuk karena  hujan, dipindahkan tidak layur, dicabut tidak mati.
Makna:    tidak akan  pernah  mati  walau dimakan  zaman  dan cobaan yang melanda.  Hal  ini  menggambarkan  kebenaran  yang terkandung dalam  Adat Minangkabau, karena ajarannya bersumber dari ketentuan alam yang disusun jadi pepatah yang senantiasa kebenarannya tidak dapat dibantah. 

2)   Umpamo kancah laweh arang, umpamo tabu saruweh.
Arti  perkata:  Umpamo (umpama/seperti),    kancah (kuali),  laweh (luas),  arang (mulut), umpamo (umpama/seperti), tabu  (tabu), saruweh (seruas).
Arti keseluruhan:  seperti kuli besar, seperti seruas tabu. 
Makna:  Seseorang yang suka  bicara  tanpa  memikirkan  orang lain tersinggung. Juga  dapat  diartikan  sebagai  seseorang yang kalau bicara  ceplas-ceplos dan tidak dapat menyimpan rahasia.

3)   Dek pinang sabatang, abih aue saumpun.
Arti  perkata: dek  (karena),  pinang (pinang),  sabatang (sebetang),  abih (habis),aue (banbu), saumpun (serumpun).
Arti keseluruhan:  karena sebatang pinang, habis serumpun bambu.
Makna:                 karena  membela  seseorang,  rela  keluar  dari  kaum/kelompoknya. Sehingga dia tidak dianggap lagi di dalam kaumnya atau kelompoknya.


4)   Dicaliak si puluik ditanak badarai.
Arti  perkata:  dicaliak  (dilihat),  si  (si),  puluik  (pulut),    ditanak  (dimasak), badarai (berderai).
Arti keseluruhan: dilihat si pulut,dimasak berderai.
Makna: tertipu akan kecantiakan dan keindahan seseorang, tetapi apabila diteliti lagi  orang  tersebut  ternyata  orang yang sangat  jelek  di  bidang perilaku atau di bidang lainnya.

5)   Bak manjamua ateh jarami, jariah abih jaso tak ado.
Arti perkata: bak  (seperti), manjamua  (menjemur), ateh (atas), jarami (jerami), jariah (letih), abieh  (habis), jaso (jasa/hasil), tak (tidak), ado (ada).
Arti keseluruhan: seperti menjemur di atas jerami, letih tapi hasil tak ada.
Makna: pekerjaan tanpa perhitungan, akan mendapatkan rugi dan menghasilkan perbuatan yang sia-sia.

6)   Bak bagantuang di aka lapuak, bak bapijak di dahan mati.
Arti  perkata:  bak  (seperti),  bagantuang (bergantung/bergelayutan), di  (di),  aka (akar),  lapuak  (lapuk),  bak  (seperti),  bapijak  (berpijak)  di  (di),  dahan (dahan), mati (mati).
Arti  keseluruhan:                 seperti  bergantung/bergelayutan  di  akar  lapuk,  seperti berpijak di dahan mati.
Makna:  seseorang yang  mengantungkan  nasibnya  kepada  orang  yang sangat lemah dan tidak punya pendirian yang kuat.

7)   Baumpamo batuang tak bamiyang, bak bungo tak baduri.
Arti  perkata:  baumpamo  (seumpama),  batuang  (sejenis  bambu betung),  tak (tidak),  bamiyang  (bermiyang),  bak  (seperti),  bungo  (bunga),  tak  (tidak), baduri (berduri).
Arti  keseluruhan:  seumpama  bambu betung tidak bermiyang,  seperti  bunga tidak berduri.
Makna:  seseorang dalam  hidup  tidak mempunyai  sifat  malu,  baik kepada  laki-laki maupun kepada wanita.

c.         Peribahasa Mengenai Manusia
1)   Buruak muko camin dibalah.
Arti  perkata:      buruak  (buruk/jelek), muko  (muka/wajah),   camin  (cermin), dibalah (dibelah).
Arti keseluruhan: buruk muko camin dibelah.
Makna:  ada  seseorang yang membuat  kesalahan  karena  kebodohannya,  tetapi yang  disalahkannya  orang lain atau peraturan.  Seseorang yang berbuat salah  karena  kebodohannya,  akan tetapi  kesalahan tersebut  ditimpalkankepada orang lain.

2)   Tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun, tarapuang samo hanyuik, tarandam samo basah.
Arti  perkata:  Tatungkuik  (tertungkup),  samo (sama),  makan (makan),  tanah (tanah),  tatilantang                                                                                   (telentang),  samo (sama),  minum  (minum),  ambun (embun), tarapuang (terapung), samo (sama), hanyuik (hanyut), tarandam (terendam ), samo (sama), basah (basah).
Arti  keseluruhan:    tertungkup sama-sama  makan  tanah,  telentang sama-sama minum embun, terapung sama-sama hanyut, terendam sama-sama basah.
Makna:  dalam  hidup bermasyarakat  kita  harus  sama-sama  berbagi  kesenangan dan  juga  ikut  merasakan sakit  seseorang,  sehingga  kita  mau membatu orang tersebut. Begitu juga dalam kerja sama, kerja sama yang baik dalam masyarakat,  kesatuan  hati  dan  pikiran,  kesatuan  pendapat  dan  gerak adalah pokok utama.

3)   Basasok bajarami, batunggue bapanabangan, bapandam bapusaro.
Arti perkata: basasok (bersosok), bajarami (berjerami), batunggue (bertunggul) bapanabangan        (berpenanggungan),  bapandam  (berpandam),  bapusaro (berpusara) .
Arti  keseluruhan:                        bersosok    berjerami,  bertunggul  berpenanggungan, berpandam berpusaro.
Makna:  setiap kita harus tahu dari mana asal kita dan memiliki bukti keberadaankita di daerah asal itu.

4)   Sabilah papan yang usak, sabilah pulo dipelok i.
Arti  perkata:  sabilah                (sebuah),  papan  (papan),  yang  (yang),  usak  (rusak), sabilah (sebuah), pulo (pula), dipelok i (diperbaiki).
Arti keseluruhan: sebuah papan yang rusak, satu itu pula yang diperbaiki.
Makna: suatu kesalahan harus cepat diselesaikan langsung ke titik permasalahan, jangan bertele-tele  karena bisa mengakibatkan permasalahan baru.

5)   Sakapa jadikan bumi, satitiak jadikan lauik.
Arti  perkata:  Sakapa  (segenggam),  jadikan  (jadikan),  bumi  (bumi),  satitiak (setitik), jadikan (jadikan), lauik (laut).
Arti keseluruhan: segenggam jadikan bumi, setitik jadikan laut.
Makna: walaupun sedikit perbuatan baik orang kepada kita, tapi sedikit itu harus kita amalkan dengan sebaik-baiknya. 

6)   Hilang ibu dek atuih.
Arti perkata:hilang (hilang), ibu (ribu), dek (karena) atuih (ratus).
Arti keseluruhan:hilang (uang) seribu, karena (uang ) ratusan.
Makna: karena perbuatan yang kecil, jasa lama dilupakan begitu saja.

7)   Nan luruih katangkai  sapu,  nan bungkuak  katangkai  bajak,  satampok  kapapan tuai, nan ketek kapasak suntiang, panarahan kakayu api, abunyo kapupuak padi.
Arti  perkata:  Nan  (yang),  luruih  (lurus),  ka  (untuk),  tangkai  (tangkai),  sapu (sapu),  nan  (yang),  bungkuak  (bengkok)  ka  (untuk),  tangkai  (tangkai), bajak (bajak), satampok (segepok), ka (untuk), papan (papan),  tuai (tuai), nan  (yang)  ketek  (kecil),    ka  (untuk)  pasak  (pasak),  suntiang  (suntimg), panarahan  (sisa  potongan),  ka  (untuk),  kayu  (kayu),    api    (api),  abunyo (abunya),  ka (untuk), pupuak (pupuk), padi (padi).
Arti  keseluruhan:  yang lurus  untuk tangkai  sapu,  yang bengkok  untuk tangkai bajak,  sagapok untuk papan  tuai,  yang ketek untuk pasak sunting,  sisa potongan untuk kayu bakar, abunya untuk pupuk padi.
Makna:  tidak ada bahan  yang tidak  berguna, semua dapat dipakai. Begitu juga dengan orang, tidak ada orang yang tidak dapat dimanfaatkan, semuanya dapat diminta bantuannya dan semua orang dapat memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya.


d.      Peribahasa  Mengenai Anggota Kerabat
1)   Mamak manyibak pintu, kamanakan manggompak dindiang.
Arti  perkata:  Mamak  (mamak/paman),  manyibak  (menyibak),  pintu (pintu), kamanakan (kemanakan), manggompak (menghancurkan),  dindiang (dinding).
Arti keseluruhan:  paman menyebak pintu, kemenakan menghancurkan dinding.
Makna:  setiap perlakuan  tingkah  laku mamak  akan  ditiru oleh  kemanakan, apabila  tingkah  laku paman  tidak baik,  maka  tingkah  laku kemenakan akan lebih tidak baik.  Peribahasa  ini  hampir  sama  dengan  peri  bahasa
‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.

2)        Aie cucuan atok turunnyo ka palambahan.
Arti  perkata:                  aie       (air),    cucuan  (cucuran),       atok     (atap), turunnyo (turunnya/jatuhnya),  ka (ke), palambahan (pelambahan/got).
Arti keseluruhan: air cucuran atap turunnya/ jatuhnya ke pelambahan atau got.
Makna:  sifat,  tabiat,  kemampuan,  kepintaran  dan  lain-lain  dari  seorang   ayah akan diturunkan kepada anakya.


3)   Ayahnyo kuriak, sakurang-kurangnyo anaknyo rintiak.
Arti  perkata:                  ayahnyo      (ayahnya),  kuriak      (hujan),  sakurang-kurangnyo (sekurang-kurangnya) anaknyo (anaknya) rintiak (rintik).
Arti keseluruhan: ayahnya hujan, sekurang-kurangnya anaknya rintik.
Makna: sepandai-pandai sang ayah, maka kepadaian tersebut akan turun kepada sang anak walaupun sedikit. 

4)   Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang bapatenggangkan.
Arti  perkata:                   Anak    (anak)     dipangku    (dipangku/disayang),  kamanakan  (kemenakan),                                  dibimbiang         (dibimbing), urang (orang), kampuang (kampung),  dibapatenggangkan (dihormati).
Arti  keseluruhan:  anak dipangku,  kemenakan  dibimbing (kearah  yang benar), urang kampung dihormati.
Makna:                  menggambarkan  fungsi  seorang mamak/paman  di  Minangkabau, anaknya         di                       rawat             dan      disayang, sedangkan kemaenakan      di bimbing/diarahkan ke jalan yang benar, dan orang kampung dihormati.

5)         Bak balaki tukang ameh, mananti laki pai maling.
Arti  perkata:  bak  (seperti),  balaki  (bersuami),  tukang  (tukang),  ameh  (emas), mananti         (menunggu/menanti),  laki (suami),     pai       (pergi),  maling (maling/mencuri).
Arti keseluruhan: seperti bersuami tukang emas/pengrajin emas, menanti suami pergi maling/mencuri.
Makna:  menunggu suatu yang sulit  untuk  dicapai,  karena  kurang tepat  dalam melakukan perhitungan, sehingga harapan tidak kesampaian.


6)        Kalau karuah aia di hulu sampai ka muaro karuah juo.
Arti perkata: kalau (kalau),  karuah (keruh), aia (air),  di hulu (di hulu),  sampai (sampai), ka(ke),  muaro (muara),  karuah (keruh),  juo (juga).
Arti keseluruhan: kalau keruh air di hulu, sampai ke muara juga keruh. 
Makna: keturunan menentukan corak dan kelakuan seseorang  yang didapat dari ibu bapaknya.

e.    Peribahasa  Mengenai Fungsi Anggota Tubuh
1)   Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak pamasang badia, nan lumpuah pahunyi rumah,  nan patah pangajuik  ayam,  nan bingguang kadisuruah-suruah,  nan cadiak bao baiyo, nan kayo bakeh batenggang.
Arti perkata: Nan (yang), buto(buta), pahambuih (paniup),  lasuang (lesung), nan (yang)  pakak  (tuli),  pamasang    (pelepas),  badia  (senapan),  nan        (yang), lumpuah          (lumpuh),    pahuni  (penghuni),  rumah  (rumah),  nan   (yang), patah (patah),  pangajuik (pengejut)  ayam  (ayam), nan (yang), bingguang (bingung),  kadisuruah-suruah (untuk perintah-perintah),  nan (yang), cadiak  (pintar),  bao    (ajak),  baiyo          (berfikir), nan  (yang),    kayo  (kaya), bakeh (tampek) batenggang (penghormatan).
Arti  keseluruhan:    yang buta  peniup lesung,  yang tuli  pelepas  senapan,  yang lumpuh penghuni rumah, yang patah pengejut ayam, yang bingung untuk diperintah-perintah,  yang pintar  ajak  berfikir,  yang kaya  tampek penghormatan.
Makna:    jangan memandang randah orang lain  karena  semua  orang  dapat dimanfaatkan,  mulia  dan  hina,  kaya  dan  miskin,  sempurna  dan cacat, pandai dan bodoh. 


2)   Bak si bisu barasian, takana lai takatokan indak.
Arti perkata: bak (seperti), si bisu (si bisu),  barasian (ngigau), takana (terpikir), lai (ada),  takatokan (terbicarakan), indak (tidak).
Arti  keseluruhan:  seperti  orang bisu  ngigau,  ada  terpikir  tapi  tidak bisa dibicarakan.
Makna: seseorang yang tidak sanggup menyebutkan dan mengemukakan sesuat hal,  karena    dia  merasa  ragu akan  pengetahuan  yang dimilik  orang tersebut.

3)         Baguno lidah tak batulang, kato gadang timbangan kurang.
Arti perkata: baguno  (berguna), lidah  (lidah), tak (tidak), batulang (bertulang), kato (kata),  gadang  (besar), timbangan (timbangan), kurang (kurang).
Arti keseluruhan: berguna lidah tidak bertulang, besar kata kurang timbangan.
Makna: seseorang berbicara secara angkuh dan sombong, tidak memikirkan orang lain akan tersinggung.


4)   Babana ka ampu kaki, ba utak ka pangka langan.
Arti  perkata:  babana  (membetulkan),  ka  (ke),  ampu kaki  (ibu jari),  ba utak (berfikir) ka  (ke), pangka  (pangkal), langan (lengan).
Arti keseluruhan: membetulkan ke ibu jari, berfikir ke pangkal lengan.
Makna:                sifat  seseorang yang mudah  tersinggung dan  tanpa  pikir  panjang langsung saja berkelahi hanya karena hal kecil.

5)   Geleang kapalo bak sipatuang inggok, lonjak bak labu dibanam.
Arti  perkata:  geleang  (geleng),  kapalo  (kepala),    bak  (seperti),    sipatuang (belalang),   inggok (hinggap), lonjak  (lonjak), bak (seperti),   labu (labu), dibanam (dibenam).
Arti  keseluruhan:  geleng kepala  seperti  belalang hinggap,  lonjak seperti  labu dibenam.
Makna:  seseorang    yang    gagah  dibuat-buat    mempunyai  sifat  sombong dan angkuhnya.

6)   Capek  kaki  ringan tangan,  capek  kaki  indak  panaruang,  ringan tangan  bukan pamacah.
Arti  perkata:  Capek  (cepat),  kaki  (kaki),    ringan  (ringan),  tangan  (tangan), capek (cepat), kaki (kaki),  indak (tidak),  panaruang (tersandung), ringan (ringan), tangan (tangan),
bukan (bukan),  pamacah (pemecah).
Arti  keseluruhan:  cepat kaki ringan tangan, cepat kaki tidak mudah tertungkai, ringan tangan tidak menghancurkan.
Makna:  Sifat  terpuji  dan  dikehendaki  oleh  Adat  dan  agama,  dan  mempunyai ketangkasan dan kesatria tetapi tidak melampaui batas kesopanan.

7)   Mancaliak jo suduik mato, bajalan di rusuak labuah.
Arti  perkata:  mancaliak  (melihat),  jo  (dengan),  suduik  (sudut),  mato    (mata), bajalan (berjalan), di (di), rusuak (rusuk), labuah (jalan).
Arti keseluruhan: melihat dengan sudut mata, berjalan di rusuk labuah.
Makna:  Seseorang yang telah mendapat malu, karena belangnya telah diketahui orang banyak.

2.         Analisis Hasil Wawancara
a.    Pengetahuan tentang Ungkapan Tradisional/Peribahasa
Menurut pengakuan narasumber pengetahuannya tentang  ungkapan tradisional/peribahasa didapatkannya dari orang tuanya dan dari orang didekatnya atau orang-oarang sekitar tempat dia tinggal. Pengetahuan tersebut akan dia salurkan kepada anaknya karena menurut dia akan berguna nantinya.

b.   Sikap tentang Ungkapan Tradisional/Peribahasa
Sikap narasumber terhadap ungkapan tradisional/peribahasa sangat mendukung dan mengapresiasi orang-orang yang telah menciptakan ungkapan tradisional/peribahasa, yang menyebarluaskan dan yang mempertahankan ungkapan tradisional/peribahasa tersebut.  Tetapi karena sifat ungkapan tradisional/peribahasa anonim atau tidak ada pengarangnya, maka dia hanya bisa berusaha menyampaikan sebanyak yang dia tahu kepada anaka dan kemanakannya dan bahkan kepada orang sekitar.

c.    Pandangan tentang Perlunya Ungkapan Tradisional/Peribahasa
Pandangan narasumber terhadap ungkapan tradisional/peribahasa merupakan yang sangat mendukung. Karena ungkapan tradisional/peribahasa bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu, ungkapan tradisional/peribahasa bisa mengambarkan karakter seseorang. Misalnya saja dalam kehidupan  sehari-hari, tentu kita sering melihat orang yang melakukan kesalahan, kita tidak perlu langsung mengatakan orang itu mendapat malu, tetapi kita dapat menggambarkannya dengan ungkapan tradisional/peribahasa. Bahkan kita sendiri bisa mendapat malu, dalam ungkapan tradisional/peribahasa pun dijelaskan,
Apabila kita mendapat malu, maka kita jangan menganggap masalah yang kita buat itu akan cepat dimaafkan atau diterima orang, tapi kita tampakkan bahwa kita menyesal. Seperti peribahasa berikut ini:  Mancaliak jo suduik mato, bajalan di rusuak labuah. Akantetapi. banyak orang yang tidak memperhatikan ungkapan tradisional/peribahasa lagi. Akibatnya, orang-orang kehilangan jati dirinya, dan bahkan hilang jati kebudayaannya atau kebangsaannya. Orang tidak lagi berkarakter, karena setiap perkataan dan perbuatan seenaknya saja tampa mempertimbangkan orang lain.


F.     Penutup
1.    Simpulan
a.    Ungkapan tradisional/peribahasa merupakan bagian dari suatu kebudayaan dan dapat dikaji dengan foklor.
b.    Ungkapan tradisional/peribahasa dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
c.    Dengan adanya ungkapan tradisional/peribahasa kita dapat menciptakan jati diri yang berkarakter dan sopan santun yang baik.
d.   Orang-orang banyak kehilang jati dari berkarakternya karena tidak faham dengan ungkapan tradisional/peribahasa yang berkembang dan kalau pun ada tidak mengaplikasikannya.

2.    Saran
a.    Saran dari penulis, sebaikya ungkapan tradisional/peribahasa yang berkembang dimasyarakat harus ditingkatkan dan kita diamalkan bersama-sama. Sehingga kita menjadi bangsa yang berkarakter baik dan penuh sopan santun yang tinggi.
b.    Saran dari pembaca untuk penulis, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penulisan berikutnya menjadi lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Danandjaya, James.1991. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.




Lampiran

LEMBARAN PENCATATAN DAN PANDUAN WAWANCARA
PENGUMPULAN DATA SASTRA LISAN
Ciri media rekaman : Nokia X2-00
Ciri salinan               : Ketikan di
Microsof Word


A.       Judul sastra lisan                                   
1.      Genre                                           : Peribahasa
2.      Daerah Asal                                 : Nagari Kuranji Hulu, Kec. Sungai Geringging
3.      Suku Bangsa/ Suku pemilik         : Minangkabau

B.       Pencerita/Informan
1.      Nama                                            : Ali Zubir
2.      Tempat, tanggal lahir                   : Ladang Rimbo, 23 Juni 1962
3.      Jenis kelamin                                : Laki-laki
4.      Pekerjaan                                      : Wiraswasta
5.      Suku bangsa/suku                                    : Minangkabau
6.      Bahasa yang dikuasai                   : Minang dan Indonesia
7.      Tempat perekaman                       : Rumah informan
8.      Tanggal perekaman                      : 22 Maret 2014

C.       Keterangan tentang lingkungan penceritaan
1.      Dari siapakah, di mana, dan kapan, pencerita menerima sastra lisan itu?
Informan mendapatkan peribahasa ini dari percakapan beliau sehari-hari dengan orang sekeliling, seperti; ayah, ibu, kakak, abang, mamak, kakek, dan nenek beliau.  Peribahasa yang dia dapatkan pada umumnya didapatkan di rumah ayah dan ibu beliau di Desa Ladang Rimbo, dan pesantren Surau Tangah Padang tempat ayah beliau mengajarkan ilmu agama yang kini pesantren itu sudah tidak ada lagi. Informan mendapatkan peribahasa tersebut pada saat dia masih kecil sampai pada dia dewasa pada saat ini.
2.      Pada kesempatan apa sastra lisan itu diceritakan?
Informan mendapatkan peribahasa tersebut pada saat orang-orang disekitarnya itu memberi nasehat baik kepada dia maupun kepada orang lain. Informan juga mendapatkan peribahasa tersebut pada saat dia dan orang-orang disekitarnya bercengkrama, baik bersama keluarga inti maupun bersama orang-orang di dekatnya.
3.      Untuk maksud apa dan oleh siapa sastra lisan itu diceritakan?
Untuk memberikan pelajaran dan menciptakan kareakter yang baik kepada anak-anak atau orang yang mendengarnya. Sastra lisan bisa disampaikan oleh orang yang lebih dewasa kepada orang yang lebih kecil, dan bisa juga disampaikan oleh seumuran kita.
4.      Kepada siapa sastra lisan itu diceritakan?
Sastra lisan disampaikan atau diceritakan kepada siapa saja, asalkan orang tersebut mau mendengarkan, mempelajari, dan mengamalkan sastra lisan tersebut.
5.      Bagaimana suasana penceritaan?
Suasana penceritaan pada saat pengumpul data melakukan wawancara ialah dalam suasana tenang, tidak ada orang lain selain pengumpul data dengan informan. Hanya saja suara televisi yang sengaja di atur volumenya sedikit lebih kecil dan terkadang istri informan lewat di depan kami satu atau dua kali.

D.                Pendapat/Opini
1.      Bagaimana pendapat/opini pencerita terhadap sastra lisan itu?
Pendapat pencerita atau informan terhadap sastra lisan ialah sastra lisan ialah suatu hal yang mungkin dapat merubah karakter bangsa. Karena di dalam sastra lisan terdapat pengajaran yang bermanfaat dan sejarah.
2.      Bagaimana pendapat/opini pengumpul data?
Pendapat pengumpul data tentang sastra lisan ialah sastra lisan merupakan suatu karya seni yang tak ternilai harganya. Sastra lisan dapat menggambarkan karakter atau pandangan hidup suatu kolektif.  Di dalam sastra lisan juga terdapat cerita yang bermanfaat bagi kita, baik dalam berbicara, berprilaku, dan banyak lagi yang lainnya.
3.      Mengapa mereka berpendapat demikian?
Karena orang-orang pada saat ini telah lupa akan sastra lisan, kandungan sastra lisan, fungsi sastra lisan, dan maanfaat sastra lisan, sehingga orang-orang bertindak semena-mena dan tidak saling menghormati.

E.                 Pengumpul data:
1.      Nama                                : Aadiaat Makruf Sabir H.
2.      Tempat, tanggal lahir       : Batu Mangaum, 23 Juni 1993
3.      Jenis kelamin                    : Laki-laki
4.      Alamat                             : Pinang Sori no. 19, Komplek Polonia, Air Tawar
Timur, Padang.



Artikel di atas merupakan salah satu tugas bloger ini pada saat kuliah di Universitas Negeri Padang, Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Prodi Sastra Indonesia. Apabila ada kesalahan mohon kritik dan saran. Terimakasih.